Posting ini hanya berdasarkan pengetahuan dari
pengalaman kami yang sangat sedikit, jika memang di tempat lain
terdapat perbedaan, mohon untuk disesuaikan saja. Bukan bermaksud
menyudutkan petani/produsen baglog. Untuk apa..? Kami juga produsen
baglog, tetapi kami tidak menjual baglog karena bagi kami lebih
menguntungkan baglog hasil produksi kami dibuahkan dan yang dijual
jamurnya.. bukan baglognya.
Hitungan
yang akan kami sampaikan ini pun hanya menjadi salah satu referensi
saja, semua harus disesuaikan dengan harga di masing-masing daerah. Ini
hanya untuk memberikan gambaran berapa biaya produksi untuk membuat
baglog.
Harga
baglog bisa dibagi menjadi analisa bahan utama, bahan pendukung, dan
tenaga kerja. Semuanya terintegrasi menjadi biaya satuan yang
menghasilkan harga pokok produksi. Harga pokok produksi ini sangat
tergantung volume atau banyaknya baglog yang akan diusahakan, karena
tentunya semakin banyak, bisa merupakan produksi massal yang umumnya
lebih murah biaya per satuan baglognya dibandingkan produksi yang lebih
sedikit.
Sebagai referensi, berikut analisa biaya untuk baglog ukuran diameter 11cm tinggi 25cm yang memiliki berat rata-rata 1,5 kg:
Analisa bahan pendukung :
1. Plastik baglog
Plastik
baglog yang digunakan bisa menggunakan plastik roll ukuran 0.05x18
yang dipotong per 35cm. Berarti untuk satu roll panjang 100m bisa
menghasilkan 280 buah. Plastik kemudian di seal di salah satu ujungnya.
Biaya:
Harga plastik per roll sekitar Rp.50.000,- Jadi biaya per peace
plastik adalah Rp.50.000/280 yaitu Rp. 178,57- Jika dimasukkan biaya
tenaga kerja untuk seal, Biaya bisa dibulatkan menjadi Rp.200/plastik.
Untuk
mempermurah biaya plastik, bisa juga dengan memesan plastik baglog
yang sudah jadi di pabrik. Menurut pengalaman kami, harga plastik
pabrikasi yang sudah jadi ter seal, tinggal digunakan saja (diisi serbuk
gergaji) harganya Rp.27.000,- /kg. Plastik tersebut jika dihitung
sejumlah kurang lebih 190buah/kg. Berarti biayanya = Rp.27.000/190 =
Rp. 142,- /plastik baglog (lebih efektif dan lebih murah)
2. Cincin baglog. Harga rata-rata = Rp.75 /buah
Bahan utama:
1. Serbuk gergaji.
Idealnya
karena budidaya jamur adalah pemanfaatan limbah serbuk gergaji dari
pemotongan kayu, seharusnya serbuk gergaji bisa gratis.. Tapi sekarang
karena banyaknya pebudidaya, serbuk gergaji menjadi memiliki nilai
ekonomis. Kemudian berapa harga keekonomisannya..? Pengalaman kami,
lebih fair jika serbuk gergaji dibeli dengan ukuran kubikasi. Untuk
wilayah kami, harga serbuk gerjadi rata-rata Rp.60.000 hingga Rp.70.000
per m3 nya. Menurut pengalaman kami, per m3 bisa menghasilkan
rata-rata 280baglog hingga 300baglog, tergantung ukuran partikelnya.
Serbuk gergaji yang lebih halus dapat menghasilkan baglog lebih banyak.
Jika dihitung, paling mahal biaya satuan untuk serbuk gergaji adalah
Rp.70.000/280 = Rp.250 /baglog.
2. Kapur
Kapur
biasanya kami tambahkan dengan mencampurkannya ketika menimbun serbuk
gergaji. Kebutuhannya sedikit. Per m3 serbuk gergaji hanya dibutuhkan
sekitar 2,5kg an. Biayanya sekitar Rp.5000 /m3. Jika per m3 bisa
menghasilkan 280 baglog, biaya kapur = Rp.18,-. Ditambah tenaga kerja
maksimal Rp.20,-
3. Bekatul
Untuk nutrisi rata-rata, dibutuhkan 100gram per baglognya. Jika harga bekatul Rp.1800/kg, biaya per baglog adalah = Rp.180.
4. Tepung jagung.
Nutrisi
ini bersifat optional. jika ditambahkan, maksimal 30gram per baglog.
Jika harga tepung jagung Rp.4000/kg, biaya menjadi Rp.120 /baglog.
5. Bibit jamur F2.
Di
sini biayanya sangat krusial. Tujuan kami memberikan posting pembuatan
bibit F0 F1 F2 adalah agar rekan-rekan juga bisa membuat bibit
sendiri. Jika dengan membeli, harga bibit F2 per botol rata-rata Rp.7000
untuk diinokulasikan ke sekitar 30 baglog. Jadi beban biayanya=
Rp.233,- per baglog. Untuk merata-rata, kami naikkan di kisaran
Rp.250,- per baglog. Jika mampu membuat sendiri, maka biayanya bisa
dihemat hingga tinggal Rp.75,- per baglog.
6. Bahan-bahan tambahan
Seperti
kalsium, gula, air. Karena penggunaannya sedikit. Langsung kami
lumpsum kan aja di kisaran Rp.100 /baglog. Ini sudah biaya maksimal.
Sampai disini kita sudah mendapatkan dua sub biaya jika keterangan tadi ditotal:
Sub biaya bahan pendukung maksimal = Rp.275 /baglog
Sub biaya bahan utama = Rp. 970 /baglog
TOTAL = Rp. 1195 /baglog.
Beban biaya itu bisa diiritkan lagi menjadi sekitar Rp.900 /baglog jika bibit membuat sendiri dan tidak memakai tepung jagung dalam campuran baglog.
Beban biaya itu bisa diiritkan lagi menjadi sekitar Rp.900 /baglog jika bibit membuat sendiri dan tidak memakai tepung jagung dalam campuran baglog.
Nah,
yang belum dimasukkan adalah biaya yang cukup krusial dan penting
yaitu biaya sterilisasi dan biaya tenaga kerja. Untuk itu bersambung di
posting selanjutnya.
Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja biasanya kami bagi menjadi pencampuran media, pengemasan baglog dan yang kedua adalah biaya inokulasi.
Untuk pembuatan, pengemasan baglog spesifikasi kerja meliputi:
- Pencampuran serbuk gergaji dengan bekatul, pengayakan, penambahan kadar air
- Pengisian campuran tadi ke dalam plastik baglog
- Pemadatan lalu diberi cincin.
Untuk
spesifikasi kerja itu rata-rata satu tenaga kerja bisa menghasilkan
100 baglog untuk jam kerja normal yaitu 7 jam. Jika gaji per orang per
hari Rp.30.000,- Maka biayanya = Rp.300 /baglog. Jika proses ini bisa
secara mekanis menggunakan mesin misalnya untuk pencampuran memakai
mixer dan pemadatan memakai mesin, maka pembuatan baglog bisa lebih
banyak, mencapai 4x lipatnya. Jadi biaya pencampuran, pengemasan baglog
bisa tinggal Rp. 75,- per baglog.
Untuk
inokulasi, pada jam kerja normal (7 jam), satu orang tenaga kerja
mampu menginokulasikan sekitar rata-rata 250 baglog. Jadi jika gajinya
Rp.30.000,- per hari, biaya tenaga kerja= Rp. 120,- per baglog.
Sub
total untuk biaya tenaga kerja adalah Rp. 420,- per baglog jika
dikerjakan secara manual. Jika pekerja sudah benar-benar trampil, hasil
bisa lebih banyak, jadi biaya per baglog bisa di efisienkan lagi hingga
Rp.300,- per baglog.
Biaya Sterilisasi
Untuk
sterilisasi media, beban biayanya sangat variatif dan tergantung
volume baglog yang akan diproduksi. Seringkali pebudidaya mengkreasi
sendiri sistem sterilisasinya agar biaya yang dikeluarkan bisa seefisien
mungkin.
Berikut sedikit gambaran perbedaannya:
Sterilisasi menggunakan drum (maksimal 60 baglog /drum)
Jika
satu kali proses memakai 4 drum dan menggunakan kompor gas/minyak
untuk sterilisasi langsung, maka biayanya sangat tinggi. Maka dari itu
sistem ini sudah sangat ditinggalkan. Jika menggunakan gas, maka
diperlukan setidaknya 2 tabung LPG 12kg. Biaya menjadi Rp.150.000 untuk
240 baglog. Jadi per baglognya = Rp.625,-. Ini terlalu tinggi.
Ada
yang menggunakan boiler, lalu uapnya dialirkan ke drum tadi. Dengan
tenaga uap boiler ini mampu untuk di paralel ke 5 drum. Konsumsi gas
hanya 1 tabung LPG 12kg, jadi biayanya Rp. 75.000,- untuk 300 baglog
atau Rp.250,- per balgog.
Jika
proses tadi menggunakan kayu bakar, maka memang bisa murah. Untuk
sterilisasi 300 baglog hanya membutuhkan kurang dari 1m3 kayu bakar
(beli per pikup seharga Rp.75.000 an). Jadi biaya rata-rata Rp. 250,-
per baglog.
Sterilisasi menggunakan steamer beton (kapasitas 1000 baglog)
Keuntungan
steamer beton adalah efektif dalam tempat dan pemanasan. Steamer masih
mampu menjaga panas uap hingga 10 jam. Pengalaman kami, jika sudah
mencapai suhu 100 derajat C, dan kompor kami matikan. Suhu itu masih
bertahan 2 jam. Lalu setelah 10jam, masih di kisaran 80 derajat C.
Untuk
steamer kapasitas 1000 baglog, diperlukan boiler kapasitas 200 liter.
Konsumsi energi yang diperlukan kurang lebih 2 tabung gas LPG 12kg.
Jadi biayanya Rp.150.000,- untuk 1000 baglog atau Rp.150,- per
baglognya.
KESIMPULAN
Jika seluruh biaya direkapitulasi:
Biaya bahan pendukung dan bahan utama : Rp.1000 /baglog
Biaya tenaga kerja : Rp.420,-
Biaya steriliassi : Rp.250,-
Jadi total biaya = Rp. 1670,- per baglog
Jika untuk produksi massal dan mampu membuat bibit sendiri:
Biaya bahan pendukung dan bahan utama: Rp.900,-
Biaya tenaga kerja : Rp.200,-
Biaya tenaga kerja : Rp.200,-
Biaya sterilisasi : Rp.150,-
Jadi total biaya = Rp.1250,- per baglog bahkan lebih rendah lagi
Beban
biaya ini masih bersifat variatif sekali tergantung masing-masing
daerah dan kemampuan pebudidaya untuk melakukan inovasi yang bisa
mengurangi biaya produksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar